104 Panggilan

104 PANGGILAN

Sebanyak itu panggilan yang masuk ke ponselku. Tapi tak semilipun telingaku mendengarnya. Hingga adzan subuh membangunkan tidur lelapku. Hatiku berdebar-debar,pasti sesuatu terjadi. Tak biasanya ada telpon pagi-pagi seperti ini. Kutatap layar ponsel.

” Astagfirllahaladzim, 104 panggilan tak terjawab. Ada apa ini? ” Ujarku dalam hati. Aku menyeka wajah. Hatiku berdebar-debar,nafasku tak teratur. Juga detak jantungku.

Kulihat daftar penelpon, semuanya dari kakak di kampung. Panggilan pertama dari Kang Pri, pukul 01.13 dini hari. Kakak ipar juga ikut menelpon. Anehnya sebanyak itu panggilan masuk. Tak sedikitpun aku mendengarnya. 

Karena hanya getar, tidak berdering. Entah karena apa ponselku jadi seperti itu. Yang pasti aku sangat menyesalkan kejadian itu. Terlebih, sampai fajar panggilan itu tetap masuk. 

Hingga suara adzan dari speaker masjid samping kostan berkumandang, mulailah aku bangun. 

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan di kampung, jugaperasaan kakak-kakakku. Yang pasti ini buruk sekali. Buruk. Buru-buru akutelpon balik Kang Pri.

“ Assalamualaikum, Kang. Ada apa? Tanyaku gugup. Tanganku agak gemetar memegang ponsel. Terdengar isak tangis riuh. Bukan berasal dari Kang Pri, melainkan orang-orang di dekatnya. 

Sepertinya ada banyak orang di rumah. Aku mulai tahu apa yang sedang terjadi di sana.

“ Halo, Kang. Jawab, ada apa? “ 

Tanyaku lagi. Tidak ada jawaban juga. Lalu Mbak Haya, istrinya mengambil alih pembicaraan. Sepertinya Kang Pri tak kuasa ingin menyampaikan sesuatu padaku. 

Hingga akhirnya kakak ipar yang meneruskan pembicaraan.

“ Yull, tadi malam kita sudah berkali-kali menghubungi, tapi tidak ada jawaban darimu. Kamu sudah mengerti apa yang terjadi, kan? Tandanya apa? Bapak sudah pergi untuk selama-lamanya.Beliau telah dipanggil oleh Allah. Bapak meninggal dunia, Yull.”

Sontak, badanku gemetar. Irama detak jantung tak karuan. Nafasku tak teratur. Aku menyandarkan kepala ke dinding kostan. Sembari meratapi nasib bapakku. 

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun... Kenapa secepat ini Tuhan memanggil bapakku. 

Aku tahu beliau sudah sakit lama. Berbulan-bulan menahan sakit yang teramat menyiksa. Dua hari yang lalu, lewat telpon. Kata kakak, kondisi beliau sudah agak membaik. 

Namun pagi ini aku mendapat kabar beliau telah berpulang ke Rahmatullah. Untuk selamanya.

Aku ini anak apa. Bahkan didetik-detik bapak menghembuskan nafas yang terakhir, aku tidak bisa menemaninya. Paling tidak lewat telpon, aku malah terlelap tidur, tidakmau mengerti apa yang sedang terjadi di rumah. Bapak, maafkan anakmu yang durhaka ini. 

Maafkan, Pak. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosamu. Menerima segala amal baikmu, dan semoga engkau mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Aamiin...

Bekasi,
Jum’at, 26 Sya’ban 1437 H.

Related Posts:

Belum ada tanggapan untuk "104 Panggilan"

Post a Comment

Yuk, kasih komentar kalian di sini!