Pendidikan merupakan salah satu kunci penting untuk mengubah suatu peradaban. Bukan hanya dalam lingkup satu negara, tetapi juga dunia. Lalu, apa yang terjadi jika masih ada anak tidak mampu dan putus sekolah yang tidak mendapatkan akses pendidikan dengan layak? Bukan suatu kejanggalan bila sering kita jumpai mereka bertindak kriminal, sebagai akibat dari krisis moral yang melanda. Maka dari itu, diperlukan tindakan tepat untuk membenahi kualitas pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang berkualitas tidak bisa diukur dari ranah psikologis saja. Seperti tinggi rendahnya NEM (Nilai Evaluasi Murni), yang dijadikan indikator kualitas pendidikan di sekolah. Idealnya, pendidikan berkualitas harus dimaknai secara komprehensif. Tidak hanya berpatokan pada nilai yang tertera, tetapi juga harus mengedepankan sikap, tingkah laku, dan pendidikan karakter pada peserta didik. Peran pemerintah juga turut andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu dengan melaksanakan fungsi pemerataan sebagaimana mestinya.
Di sisi lain, menurut Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Bapak Satryo Soemantri Brodjonegoro mengungkapkan bahwa untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, dibutuhkan pula biaya yang besar. Salah satunya untuk membayar guru. Biaya pendidikan bersumber dari pemerintah dan masyarakat, namun tidak sepenuhnya. Sementara itu, bagi siswa atau mahasiswa tidak mampu perlu diberikan beasiswa.
Di sinilah peran swasta dilibatkan, yaitu dengan cara memberikan bantuan beasiswa bagi anak tidak mampu namun berprestasi, anak tidak mampu, dan berprestasi. Namun dalam praktiknya, penyaluran dana beasiswa tidak selamanya mulus. Banyak sekali penyelewengan dana, hingga berujung penyaluran beasiswa yang tidak tepat sasaran. Oleh karena itulah, esai ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan solusi terbaik serta menjawab persoalan tentang “Beasiswa seperti apa yang Indonesia butuhkan?”.
Fakta di lapangan menyebutkan masih adanya penyaluran beasiswa yang tidak tepat sasaran dan transparan. Sebut saja beasiswa Bidik Misi, yang merupakan bantuan biaya pendidikan bagi calon mahasiswa tidak mampu secara finansial dan memiliki potensi akademik. Dalam hal ini, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yaitu Mohammad Naser pernah ditipu oleh mahasiswa yang mengaku berasal dari keluarga tidak mampu, padahal orang tuanya memiliki mobil mewah. Miris rasanya, ketika mengetahui calon penerima beasiswa dari kalangan tidak mampu, namun namanya tidak tercantum. Padahal ia berhak untuk mendapatkan beasiswa. Sedangkan anak yang tergolong dari keluarga mampu secara ekonomi, justeru mendapatkannya. Lalu di manakah letak keadilan? Ini yang patut dipertanyakan.
Melihat kondisi yang ada, data UNICEF tahun 2016 menyebutkan sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Badan Pusat Statistik juga mengeluarkan data bahwa 7 dari 10 orang di Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Penyebab utama dari krisis pendidikan masih sama, yaitu keterbatasan finansial. Jika penyimpangan beasiswa terus berulang. Hal ini tentunya akan banyak merugikan calon penerima beasiswa yang sah. Akibatnya, kualitas pendidikan akan tercemar.
Berdasarkan judul esai, “Beasiswa Tepat Sasaran untuk Meningkatkan Mutu pendidikan.” Penulis berupaya memaparkan terlebih dahulu tentang definisi beasiswa. Menurut Murniasih (2009) beasiswa diartikan sebagai bentuk penghargaan yang diberikan kepada individu agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan itu dapat berupa akses tertentu pada suatu institusi atau penghargaan berupa bantuan keuangan.
Dilihat dari cakupan pembiayaan, beasiswa ada 2 macam, yaitu penuh dan parsial. Beasiswa penuh menunjang biaya pendidikan dan akomodasi hingga lulus sekolah atau kuliah. Sedangkan beasiswa parsial hanya menunjang sebagian biaya, misalnya dalam bentuk biaya kuliah atau akomodasi saja, atau bahkan berbentuk kursus singkat.
Dari sumber pembiayaannya, ada 5 jenis beasiswa. Pertama, beasiswa dari pemerintah, contohnya adalah LPDP yang berasal dari Departemen Keuangan, Beasiswa BAPPENAS, dan Beasiswa LIPI. Kedua, yaitu beasiswa dari pihak swasta yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan besar ataupun instansi, contohnya; Beasiswa Djarum.
Pada umumnya, mayoritas beasiswa yang ditawarkan berupa perwujudan bentuk dari program CSR (Corporate Social Responsibility). Secara harfiah diartikan sebagai respon atau tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitar yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam berbagai bentuk kegiatan. Selanjutnya ada beasiswa dari negara maju atau donor internasional, beasiswa dari organisasi atau yasasan, contohnya; Beasiswa 10000.
Dan terakhir adalah beasiswa perguruan tinggi. Dalam penyalurannya, beasiswa ditujukan kepada masyarakat dengan 3 skala prioritas. Yaitu; anak tidak mampu dan berprestasi, anak tidak mampu, dan berprestasi.
Namun, sering kali didapatkan fakta bahwa penyaluran beasiswa dinilai masih bermasalah. Karena dalam pelaksanaan dan pengadaan beasiswa dianggap belum mampu menciptakan keadilan dan kurang tepat sasaran. Minimnya pengawasan, penelitian, dan penyurveian terhadap calon penerima beasiswa menjadi sebab terjadinya penyimpangan.
Dalam hal ini pemerintah, swasta, atau pihak manapun yang menyelenggarakan program beasiswa harus berupaya dengan sungguh-sungguh perihal penyalurannya. Sehingga tidak ada lagi beasiswa yang tidak tepat sasaran. Seluruh instansi perlu menentukan parameter calon mahasiswa yang menerima beasiswa. Untuk memastikan keakuratan, semua data harus diuji dan diteliti secara cermat. Sehingga kesalahan administrasi yang dapat mempengaruhi kriteria penerimaan dapat dicegah. Tim seleksi dan survei haruslah orang-orang yang berpegang teguh pada pendirian, tidak mudah terpengaruh oleh hal apapun. Terakhir, untuk memastikan penyaluran beasiswa benar-benar sampai di tangan orang-orang yang berhak.
Patutnya, penyaluran dan penggunaan dana beasiswa harus diawasi secara ketat. Serta mengadakan evaluasi mengenai tercapai atau tidaknya tujuan beasiswa tersebut. Dengan begitu, salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau yang dikenal sebagai Sustainable Developement Goals (SDG’s) dapat dicapai. Yaitu pada SDG’s poin ke-4 mengenai kualitas pendidikan meliputi; penyaluran donasi, program pendidikan, dan education event.
Kemudian untuk memaksimalkan Sumber Daya Manusia yang ada di tiap desa dan kota, seluruh program pendidikan harus dijalankan. Termasuk menciptakan program pendidikan yang berkesinambungan, misalnya; mendirikan Taman Baca Masyarakat, mengajar anak putus sekolah, mengajar orang tua buta huruf, mengadakan bimbingan belajar gratis, dan lain sebagainya.
Sementara itu, perlu juga diadakannya education event atau kegiatan pendidikan. Contohnya; SBMPTN/SNMPTN, try out, seminar pendidikan, pelatihan berwirausaha, short course, job fair, dan lain-lain. Sehingga, seluruh aspek pendidikan yang diusung nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
Pada akhirnya, Indonesia butuh beasiswa yang tepat sasaran. Agar seluruh masyarakat dapat mengenyam pendidikan dengan layak. Dengan begitu UUD 1945, Pasal 31 (1) yang menyatakan “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” benar terasa manfaatnya. Sehingga kenapa pendidikan dirasa penting oleh suatu negara? Karena dengan pendidikan, kita bisa mengusung perubahan yang lebih maju.
Good Job:)
ReplyDelete