Bertandang ke Tegal

10 September 2016

Pukul 08.00 WIB, Bus yang kami tumpangi siap bertolak dari Bekasi ke kota Slawi, Tegal. Kursi penumpang hampir penuh, hanya tersisa untuk dua-tiga penumpang yang masih mengantre masuk. Suasana dalam bus riuh dan pengap oleh orang-orang yang hendak melakukan perjalanan, berdesakan. 

Banyak pedagang asongan hilir-mudik menjajakan barang dagangannya, tak jarang beberapa pengamen ikut masuk mengharap keping recehan keluar dari uluran tangan para penumpang. 

Kota Bumiayu, menjadi tempat pemberhentian bus terakhir yang tertera jelas pada tiket yang kami tebus seharga Rp. 80.000. Harga yang cukup pantas, mengingat menjelang hari Raya Idul Adha, banyak orang yang pulang ke kampung halaman.
     
“Ayo Zak, bergegas naik. Sebentar lagi bus akan berangkat!” Ujarku pada Zakka, yang masih celingukan mencari bus yang akan kami tumpangi. Aku mencocokkan plat nomor yang tertulis di tiket sama dengan bus, memastikan agar tak salah tujuan.
     “
"Benar ini Tri,  busnya?” Zakka bertanya, memastikan.

     “Iya tak salah lagi, cepat naik sebelum kita tidak kebagian tempat duduk.” Aku menjinjing barang punya Zakka, kardus berisi kipas angin rusak. Dia sudah kewalahan menggendong tasnya yang cukup berat.
   
Hanya ada satu dari tiga kursi berjajar yang masih kosong, di sisi sebelah kanan. Sisanya di bagian belakang, hanya muat untuk dua orang. 

Zakka memilih duduk di kursi belakang, aku duduk di satu kursi yang kosong. Duduk di bagian tengah, diapit oleh dua orang yang mempunyai tujuan sama dengan kami.

    “Mau turun di mana, Nak?” Bapak yang berada di sebelah kananku bertanya.

    “Saya hendak ke Slawi, Tegal, Pak. Kebetulan tiga hari ke depan libur, saya diajak teman main ke rumahnya.”

    “Wah, sama dong, Nak. Bapak juga turun di Slawi.”
    “Bapak kerja di sini, dan hendak pulang ke kampung halaman?” tanyaku sambil merapikan tas yang kupangku di atas paha.

    “Betul sekali, Nak. Kuli bangunan.”

    “Maksudnya tukang batu?”

    “Bukan, hanya sebagai tukang pengaduk semen.”
     
Aku melanjutkan obrolan, dengan topik yang ringan. Bertanya soal pekerjaan, dan perjalanan kami menuju Tegal.

    “Kalau tidak ada macet. Kira-kira hanya dalam lima jam, bus akan tiba di tempat.”
    Bapak itu, memberi tahu tentang lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di tempat tujuan. Aku menghela napas, ruangan di dalam bus cukup dingin, AC menyala normal. Hanya saja aku merasa sedidkit kedinginan, meski sudah mengenakan jaket.

    Badan masih sedikit lelah, mata pun ikut merasakan kantuk. Efek dari kerja semalaman. Ditambah harus menunggu  cukup lama untuk mendapatkan tiket.

     Satu jam sebelum keberangkatan, kami masih berkutat dalam keruman orang. Rupanya lebaran haji tahun ini banyak orang yang mudik. Sekadar bertemu sanak keluarga di rumah. Antrean cukup panjang, Zakka memintaku untuk menunggu di depan pool, sambil menjaga barang bawaannya. 

Dia yang pergi membeli tiket, menunggu selama cukup lama di belakang orang-orang yang berbaris panjang, seperti iring-iringan anak bebek. 

Mengantre untuk mendapatkan tiket perjalanan. Beruntung sekali, dia bisa membawa dua tiket. Itu pun sisa terakhir, kalau sampai tiket habis, kami akan batal pulang kampung.
****

Related Posts:

Belum ada tanggapan untuk "Bertandang ke Tegal"

Post a Comment

Yuk, kasih komentar kalian di sini!